Katanya emas itu adalah jenis harta yang paling aman karena selain bebas dari inflasi juga mudah diperjualbelikan kembali. Selain itu emas juga tidak mudah dideteksi asal usulnya sehingga bagi orang-orang kaya emas kerap menjadi pilihan untuk menyimpan kekayaan.
Benarkah demikian?
Faktanya akhir-akhir ini dengan gencarnya pemberitaan kasus Dugaan Korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Tbk. menunjukkan keberadaan emas tetap ada kelemahannya.
Sebut saja Helena Lim yang rumahnya sempat digeledah tidak luput dari pandangan kepolisian atas assetnya yang di luar sistem keuangan seperti emas. Ditemukan emas 65 keping dengan berat lebih dari 1 kilogram rumahnya. Memang kalau sudah ilegal segala bentuk hasil kejahatan tidak akan aman.
Lantas dalam menyimpan emas sebaiknya bagaimana?
Pilihan Milenial
Bagi generasi old yang lebih mencari aman mungkin akan memilih emas dalam bentuk fisik, sekalipun ada resiko seperti pencurian, lupa menyimpan, rusak, sampai terjadi penyitaan seperti kasus korupsi di atas mereka yang berpikiran konservatif tetap memilih prinsip beli emas harus dapat emas.

Bertolak belakang dengan generasi yang lahir setelah era milenial, dengan disuguhi banyak konten crazy rich, bagaimana influencer cepat kaya dalam usia muda sudah tidak peduli lagi bagaimana bisa menjadi kaya yang penting dapat kaya.
Mereka tidak peduli fundamental bagaimana kekayaan bisa dibangun yang penting mereka dapat mencapai ke sana, terbukti asset kripto lebih disukai karena memberikan peluang kenaikan bahkan bukan persen lagi tapi berkali-kali lipat sekalipun resikonya juga tinggi dan ada dari mereka yang nekat menggunakan margin.
Kembali kepada emas, asset ini tentu tetap menjadi perhatian karena bisa sebagai benchmark sebelum memiih investasi lain. Dari ketahanannya menghadapi inflasi sudah tidak diragukan lagi dan kalau ingin memilih tabungan atau investasi tentu kita tidak ingin memilih instrumen yang lebih beresiko dari emas tetapi imbal hasilnya di bawah dari kenaikan emas.
Emas Digital
Sekarang ini marak istilah emas digital, bukan hanya emas segala yang ada di dunia ini sedang diupakan bentuk digitalnya. Selain karena dunia bergerak dalam kecepatan, bentuk digital suatu asset juga memudahkan perputarannya dari sisi prosedur.
Mata uang kripto kerap disebut sabagai emas digital, tabungan emas di bank, atau perusahaan dengan aplikasi juga sering disebut sebagai emas digital, intinya yang tidak merepotkan seseorang membawa fisik emas digolongkan dalam bentuk emas digital. Benarkah begitu?
Emas memang identik dengan kekayaan tetapi tidak bisa segala asset yang berbentuk digital disebut sebagai emas digital. Bitcoin contohnya, sekalipun konsep dan harganya makin hari makin diterima dunia sebenarnya tidak ada unsur emas dalam instrumen ini.
In case sistem bitcoin ini suatu hari bisa down, error atau terhack tidak ada nilai material penjaminnya sama sekali (walaupun kemungkinannya menurut para ahli sangat kecil).
Emas digital agaknya baru dapat disebut emas seandainya instrumen tersebut ada kaitan atau kolateral berupa emas, baik itu berupa tabungan atau tokenisasi dalam bentuk kripto. Sebagai contoh saat ini industri kripto juga sudah mengadopsi keuangan tradisional seperti emas dan mendigitalkannya.
Kedengarannya menarik, karena dengan menggunakan teknologi blockchain emas akan lebih liquid ditransaksikan. Salah satunya adalah PAX GOLD (PAXG). Token dari Paxos Trust Company LLC yang didirikan tahun 2018 di New York ini menawarkan asset digital yang didukung 1 troy ounce emas untuk setiap tokennya.
Emas ini disebutkan dapat diambil fisiknya juga dengan catatan dapat diambil minimal 430 PAXG dengan kata lain setiap pengambilan fisiknya minimal sekitar 13 kilogram emas.
Kelebihan
Tentu dengan cara ini pembeli emas digital ini akan diuntungkan dengan efisiensinya, dalam artian spread harga yang lebih tipis.

Bila dicara konvensional jual beli emas akan kita jumpai harga gram emas rata-rata akan makin mahal ketika kita membeli pecahan kecil, dengan sistem token ini harga rata-ratanya akan tetap sama asalkan memenuhi minimal transaksi yang disyaratkan dari aplikasi.
Cara ini tentu akan lebih memudahkan investor retail yang ingin menabung emas dengan modal terbatas sekalipun.

Persoalan lain yang sering menjadi pertimbangan orang membeli emas adalah di selisih harganya, sampai ada anggapan menyimpan emas harus 2 tahun ke atas baru bisa merasakan kenaikan harganya.
Pada sistem tokenisasi ini karena caranya sudah lebih sederhana biaya-biaya menjadi minimal sehingga spreadnya pun lebih tipis. Pada toko emas konvensional spread memang bisa beragam mulai dari 5-10% per gram, tetapi dengan sistem token ini spread bahkan kurang dari 1%.
Kelebihan lainnya tentu saja pada saat ingin dijual kembali atau buyback. Kita tidak perlu pusing membawa emas karena emas kita sudah disimpankan oleh pihak perusahaan.
Gading Yang Tidak Retak
Dibanding sejumlah kelebihan tersebut tentu konsep emas digital yang baru ini masih perlu diuji dan dikembangkan. Problem pada kebanyakan kripto lain yang berakhir dengan pidana tidak menutup kemungkinan terjadi pada perusahaan manapun termasuk pada penyedia token dengan jaminan emas ini.
Sejarah juga mencatat penipuan berkedok emas dengan dijaminkan kerap terjadi di beberapa negara karena sisi manusia/human adalah yang paling rentan dimanipulasi. Sebut saja penipuan emas Kingold di China atau kasus penipuan FTX dapat terjadi dalam skala besar sekalipun sudah dianggap paling aman.
Kesimpulannya, emas sampai saat ini adalah asset yang paling dapat diandalkan tetapi seiring berjalannya waktu dan teknologi tidak menutup kemungkinan di masa depan cara transaksi dan penilaiannya akan mengikuti kemajuan jaman termasuk peluangnya dalam adopsi teknologi blockchain.


