Kondisi perekonomian yang akhir-akhir ini cepat sekali berubah terpengaruh sentimen berita sangat beresiko pada beberapa jenis asset class.

Beberapa orang dengan risk profile konservatif cenderung mencari safe haven dalam kondisi seperti ini.
Di antara safe haven yang paling dipercaya adalah dollar dan emas/precious metal. Lalu apakah yang harus dipertimbangkan sebelum memilih asset class ini.
R E T U R N
Kita tentu kita mengharapkan pengembalian yang lebih besar dari penempatan dana kita dengan tingkat resiko yang masih bisa diterima.
Berbeda dengan jenis asset lain yang kadang memberi return lebih tinggi seperti pada saham, kripto, reksadana dan sebagainya. Emas dan dollar cenderung lebih rendah dalam hal return jika dibandingkan dengan instrumen-instrumen tersebut.
Tentu saja hal ini terjadi karena sifat defensif dari keduanya. Lalu berapakah return secara historis dari dollar dan emas.
Bila kita ambil data dari nilai dollar terhadap rupiah dari tahun 1998 sampai sekarang nilai dollar telah meningkat sampai sekitar 7 kali lipat.
Bagaimana dengan emas? secara internasional harga emas ditentukan dalam mata uang Dollar. Oleh sebab itu jika nilai Rupiah melemah terhadap Dollar berarti diperlukan makin banyak rupiah yang harus dikeluarkan untuk membeli emas dalam jumlah yang sama.
Sedih juga ya, nilai mata uang kita lemah sekali ternyata. Lalu apa Bank Indonesia tidak berusaha membuat Rupiah lebih perkasa?
Membuat nilai mata uang lebih kuat ternyata tidak selalu lebih baik loh, salah-salah justru dapat menjadi jerat bagi pertumbuhan ekonomi karena dapat menekan ekspor.
Jadi nilai Rupiah hari ini bisa dikatakan adalah batas yang dianggap pemerintah cukup mendukung target perekonomian nasional.
Kembali ke emas selain melihat harganya yang cenderung naik saat kurs Rupiah melemah ternyata dalam 20 tahun terakhir dan tahun-tahun ke depan pun nilai emas dalam trend terus naik.
Hal ini terjadi karena yang terjadi di perekonomian adalah kebijakan negara-negara seperti Amerika Serikat khususnya yang terus mencetak Dollar tanpa ada jaminan apa pun (quantitative easing).

Beberapa pakar menganggap ini adalah uang bodong dan tidak lebih berharga dari kertas toilet. Bila kita yang mencetak uang kita akan disebut pemalsu uang tetapi bila The Fed yang melakukannya mereka sebut sebagai kebijakan. Lucu memang.
Akibat banyak uang beredar inilah yang memicu inflasi saat ini. Ketika perekonomian tidak bertumbuh secara riil dalam arti produksi barang dan jasa, di dunia saat ini yang tercipta adalah kekayaan palsu.
Seakan-akan dunia makin kaya secara nominal padahal daya beli/purchasing power terus menurun. Seperti hukum ekonomi ketika supply lebih besar akibatnya harga akan naik dan itulah yang terjadi pada emas.
Dengan melihat fenomena ini menyimpan emas di Indonesia dengan melihat kurs Dollar yang terus meningkat terhadap Rupiah dan kenaikan emas itu sendiri terhadap Dollar akan menyebabkan penyimpan emas mendapat benefit lebih bila dibandingkan dengan kita menyimpan valas Dollar saja.

Menyimpan valas tentu perlu juga jika tujuannya untuk jangka pendek dan pembayaran luar negeri seperti untuk pendidikan atau pun transaksi ekspor impor.

